FENOMENA BUNUH DIRI DARI PERSPEKTIF SOSIOLOGI

on Sabtu, 19 Desember 2009

FENOMENA BUNUH DIRI DARI PERSPEKTIF SOSIOLOGI

Oleh Rizki M Saputra*

Fenomena bunuh diri sudah sangat dekat dengan pikiran kita dan sangat dekat dengan pembicaraan yang identik dengan terorisme, mereka berani-beraninya bunuh diri mengatasnamakan agama, yang mengatakan Jihad, ada juga yang bunuh diri karena motif ekonomi bahkan mereka berani melakukan hal ini karena adanya rasa kekeluargaan pada yang kuat atau rasa persatuan yang mengikat pada individu yang berkaitan sehingga mereka bunuh diri secara masal dirumah mereka ataupun di perkumpulan yang mereka rancang.

Kemudian muncul beberapa pertanyaan yang muncul dari benak kita. Mengapa itu terjadi? Mengapa mereka sampai bunuh diri? Apa motif tujuan dari bunuh diri. Nah Sebenarnya hal ini sudah dibahas dengan tokoh sosiologi yang sangat terkenal sekali dengan karyanya yang sampai saat ini masih eksis yaitu tentang suicide theory dalam bahasa Indonesia dikenal dengan teori bunuh diri.

David Émile Durkheim adalah tokoh sosiologi yang berasal dari Prancis. Beliau bukan saja dari sudut bunuh diri saja menelusuri masyarakat akan tetapi dari sosiologi agama pun ia terkenal. Karena memang ia berasal dari keluarga Rabbi yahudi.

Ada bebarapa unsur penting dari teori yang diungkapkan oleh Durkheim semasa hidupnya dalam ilmu sosiologi khususnya sebagai kajian yang merujuk pada masyarakat . Ini berguna untuk menganalisis fenomena bunuh diri yang sering atau kerap terjadi dimasyarakat sekitar kita dengan berbagai motif alasan bunuh dirinya. Inti teorinya adalah sebagai berikut dalam pembahasan ilmunya.

Bunuh diri egoistis
Egoisme merupakan sikap seseorang yang tidak berintegrasi dengan grupnya, yaitu keluarganya, kelompoknya, rekan, kumpulan agamanya dan sebagainya. Karena ciri orang bunih diri karena egoistis biasanya sangat tertutup dengan orang lain dan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya pun tidak memerlukan bantuan orang lain. Apabila terjadi masalah yang sangat rumit pada orang tersebut semakin bunuh diri. Nah dengan begitu tersudut oleh sifatnya sendiri yaitu egois maka akan melakukan bunuh diri.

Bunuh diri altruistik
Jika bunuh diri egoistis terjadi karena adanya tekan dari dirinya terhadap masyarakatnya maka untuk bunuh diri altruistik ini terjadi karena adanya rasa kekeluargaan atau rasa kesamaan pada grupnya dan sedimikian berintegrasi, hingga diluar itu ia tidak mempunya indentitas. Dicontohkan suku bangsa di India, dimana soeorang janda membeiarkan membakar diri bersama dengan jenazah suaminya. Ini terbukti karena bunuh diri terjadi adanya ikatan yang kuat dengan anggotanya.

Bunuh diri fatalistik
Bunuh diri fatlistik terjadi karena adanya peraturan yang ada dimasyarakat itu sangat mengikat untuk individu sehingga karena terjadinya konfik pada individu sehingga ia memutuskan untuk bunuh diri.

Bunuh diri anomi
Bunuh diri yang terjadi karena adanya kekosongan norma atau bisa dikatakan tidak adanya norma-norma yang dapat dipercaya di dalam masyarakat. Bunuh diri ia lakukan karena yang bersangkutan kehilangan cita-cita, tujuan, dan norma didalam hidupnya. Orang yang bersangkutan pada awalnya sangat memberikan motivasi dan membawa pengaruh dalm setiap tindakannya sedangkan kini sudah tidak ada yang menjadi patokan didalam invidunya sehingga adanya kebingungan untuk berprilaku. Sehingga ia berpikir daripada hidup didunia tidak ada yang mau dicapai lagi sedangkan untuk bergerak tidak ada lagi yang akan ia pedomani lebih baik mengakhiri hidup dengan bunuh diri.Misanya seseorang dalam hidupnya tenaga dan pikirannya dicurahkan untuk kentingan kelurganya dan ketika suatu saat keluaraga tersebut mendapat musibah yang meluluh lantahkan semua harta dan benda mereka bahkan kehilangan orng-orang dicintainya sehingga harapan untuk membangun kekuatan diri tidak ada lagi, semua telah hilang sehingga orang tersebut memutuskan lebih baik bunuh diri daripada tidak ada tujuan hidup lagi.

Bagaimana dengan Indonesia, bunuh diri yang masuk kategori mana, apakah anomi, egoistik, falistik ataupun altruistik. Pada dasarnya bunuh diri yang telah dikelompokkan oleh Durkheim, untuk di Indonesia ada semuanya akan tetapi yang kerap terjadi adalah bunuh diri altruistik dan egoistik .

Kalau bunuh diri yang dikategorikan altruistik ketika adanya bom bunuh diri dimana-mana yang dipelopori oleh Noordin M. Top warga kebangsaan Malaysia yang menggegerkan masyarakat Indonesia. Bagaimana bunuh diri itu terjadi karena adanya ikatan baik mereka merasa ajaran yang dibawa oleh Noordin itu benar sehingga orang-orang asing bisa dikatakan non muslim adalah perusak islam. Nah, setelah diajarkan untuk merakit bom dan dibekali ilmu agama yang menyeleweng dari syariat. Mereka sang pelaku bom bunuh diri pun melaksanakan tugas dengan iming-iming kata Jihad, dengan embel-embel agama mereka berani bunuh diri dengan meledakkan bom.

Sedangkan bunuh diri egoistik yang terjadi belum lama ini dapat dicontohkan dengan bunuh diri di Super Market- Super Market dan juga dengan munculnya film 2012 yang film ini sempat membuat geger para sebagian masyarakat Indonesia seperti bunuh diri setelah mendengar isu tahun 2012 akan kiamat, seorang pria nekat melompat untuk mengakhiri hidupnya dari gedung yang tinggi setelah melakukan sembahyang. Di kabarkan bahwa ia bunuh diri karena telah sakit-sakitan selama hidupnya sedangkan ia hdup menjadi beban kelurganya. Nah dengan motif itu ia lalu melompat karena takut menyusahkan orang lain. Maka ini dapat dikatakan bunuh diri egoistis karena egosime semata ia bunuh diri.

*Mahasiswa Sosiologi FISE UNY

TEORI SOSIOLOGI DALAM ORGANISASI PESAN

on Rabu, 16 Desember 2009

TEORI SOSIOLOGI DALAM ORGANISASI PESAN
Oleh Rizki M Saputra

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Istilah organisasi berasal dari bahasa Latin organizare, yang secara harafiah berarti paduan dari bagian-bagian yang satu sama lainnya saling bergantung. Di antara para ahli ada yang menyebut paduan itu sistem, ada juga yang menamakannya sarana.
Everet M. Rogers dalam bukunya Communication in Organization, mendefinisikan organisasi sebagai suatu sistem yang mapan dari mereka yang bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama, melalui jenjang kepangkatan, dan pembagian tugas. Robert Bonnington dalam buku Modern Business: A Systems Approach, mendefinisikan organisasi sebagai sarana dimana manajemen mengoordinasikan sumber bahan dan sumber daya manusia melalui pola struktur formal dari tugas-tugas dan wewenang.

B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah yang kami ambil dalam makalah ini adalah :
1. Bagaimana pengertian komunikasi organisasi?
2. Bagaimanakah pengelompokan suatu organisasi?
3. Bagaimana hubungan antara komunikasi dan organisasi?


BAB II
PEMBAHASAN

1. PENGERTIAN KOMUNIKASI ORGANISASI

Golddhaber (1986) memberikan definisi komunikasi organisasi adalah proses penciptaan dan saling menukar pesan dalam satu jaringan hubungan yang saling tergantung satu sama lain untuk mengatasi lingkungan yang tidak pasti atau yang selalu berubah-ubah.
Komunikasi organisasi merunjuk pada pola dan bentuk komunikasi yang terjadi dalam konteks dan jarngan organisasi.
Dalam teori-teori organisasi ada dua hal yang mendasar yang dijadikan pedoman:
1. Teori tradisi posisional yang meneliti bagaimana manajemen menggunakan jaringan-jaringan formal untuk mencapai tujuannya.
2. Teori tradisi hubungan antar pribadi yang meneliti bagaimana sebuah organisasi terbentuk melalui interaksi antar individu.
Everet M. Rogers dalam bukunya Communication in Organization, mendefinisikan organisasi sebagai suatu sistem yang mapan dari mereka yang bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama, melalui jenjang kepangkatan, dan pembagian tugas. Robert Bonnington dalam buku Modern Business: A Systems Approach, mendefinisikan organisasi sebagai sarana dimana manajemen mengoordinasikan sumber bahan dan sumber daya manusia melalui pola struktur formal dari tugas-tugas dan wewenang.
2. Fungsi komunikasi dalam organisasi
a. Fungsi informative
Organisasi dapat dipandang sebagai sistem proses informasi. Maksudnya seluruh anggota dalam suatu organisasi berharap dapat memperoleh informasi yang lebih banyak, lebih baik, dan tepat waktu.
b. Fungsi Regulatif
Fungsi regulatif ini berkaitan dengan peraturan-peraturan yang berlaku dalam suatu organisasi. Dalam lembaga atau organisasi ada dua hal yang berpengaruh terhadap fungsi regulatif yaitu atasan dan pesan.
c. Fungsi Persuasif
Banyak pemimpin memersuasi bawahannya daripada memberi perintah. Sebab pekerjaan yang dilakukan secara sukarela oleh karyawan akan menghasilkan kepedulian yang lebih besar dibanding kalau pimpinan sering memperlihatkan kekuasaan dan kewenangannya.
d. Fungsi Integratif
Tiap organisasi berusaha untuk menyediakan saluran yang memungkinkan karyawan dapat melaksanakan tugas dan pekerjaan yang baik. Ada dua saluran komunikasi formal seperti penerbitan khusus dalam organisasi tersebut dan laporan kemajuan organisasi.

2.PENGELOMPOKAN ORGANISASI
Max Weber (1964) membuat kategori organisasi menurut jenis wewenang yang dilaksanakan:
1. Organisasi Tradisional
Wewenang ditentukan oleh kebiasaan, serta kepercayaan yang telah lama ada dan tidak perlu dipertanyakan.
2. Organisasi Kharisma
Wewenang diambil dari mutu pribadi pemimpinnya.
3.Organisasi Birokrasi
Wewenang didasrkan pada pengakuan atas aturan-aturan dan prosedur-prosedur.
Katz dan Kahn (1978) mengemukakan sebagai berikut:
o Organisasi Ekonomis, berkaitan dengan penciptaan kesejahteraan, pembuatan barang dan jasa.
o Organisasi Perawatan, yang berkaitan dengan sosialisasi orang untuk melakukan peran, seperti sekolah.
o Organisasi Penyesuian, berkaitan dengan menciptakan pengetahuan mengembangkan dan menguji teori. Contohnya; Univeritas, lembaga riset.
o Organisasi Manajerial dan Politik, berkaitan dengan Perundangundangan, koordinasi, dan pengendalian sumber daya. Contoh; pemerintahan, partai politik, dan seriakt buruh.

3. HUBUNGAN KOMUNIKASI DAN ORGANISASI
Hubungan antara ilmu komunikasi dengan organisasi terletak pada peninjauannya yang terfokus kepada manusia-manusia yang terlibat dalam mencapai tujuan organisasi itu. Ilmu komunikasi mempertanyakan bentuk komunikasi apa yang berlangsung dalam organisasi, metode dan teknik apa yang dipergunakan, media apa yang dipakai, bagaimana prosesnya, faktor-faktor apa yang menjadi penghambat, dan sebagainya. Jawaban-jawaban bagi pertanyaan-pertanyaan tersebut adalah untuk bahan telaah untuk selanjutnya menyajikan suatu konsepsi komunikasi bagi suatu organisasi tertentu berdasarkan jenis organisasi, sifat organisasi, dan lingkup organisasi dengan memperhitungkan situasi tertentu pada saat komunikasi dilancarkan.


Pengaruh Komunikasi Terhadap Perilaku Organisasional
Mengenai hubungan organisasi dengan komunikasi, Wiliam V. Hanney dalam bukunya, Communication and Organizational Behavior, menyatakan, ”Organisasi terdiri atas sejumlah orang; ia melibatkan keadaan saling bergantung; kebergantungan memerlukan koordinasi; koordinasi masyarakat komunikasi. Interaksi yang haromonis diantara karyawan satu organisasi, baik dalam hubungannya secara timbal balik maupun secara horizontal diantara para karyawan secara timbal balik pula, disebabkan oleh komunikasi. Sebagai komunkator, seoarang pemimpin organisasi, manager, atau administrator harus memilih salah satu dari berbagai metode dan teknik komunikasi yang disesuaikan dengan situasi pada waktu komunikasi itu dilancarakan.



BAB III
KESIMPULAN

Telah dijelaskan dari pembahasan maka perlu adanya kesimpulan untuk memudahkan mengambil titik tengah dari jawaban rumusan masalah yaitu berikut pengertian dari komunikasi organisasi proses penciptaan dan saling menukar pesan dalam satu jaringan hubungan yang saling tergantung satu sama lain untuk mengatasi lingkungan yang tidak pasti atau yang selalu berubah-ubah. Pengelompokan komunikasi organisasi Weber yaitu tradisional, karismatik, dan birokrasi. Hubungan antara ilmu komunikasi dengan organisasi terletak pada peninjauannya yang terfokus kepada manusia-manusia yang terlibat dalam mencapai tujuan organisasi itu.

DAFTAR PUSTAKA
Bungin ,Burhan. 2007. Sosiologi Komunikasi. Jakarta : Prenada Media Group.
Effendy, Onong. C. 2003. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Bandung : PT. Remaja Rosda Karya Offset.
Littlejohn, Stephen (1992). Theories of Human Communication (5th Ed). Califonia: Wadsworth Publishing.
McGrraw-Hill Companies . 1994, Teori-Teori Komunikasi, Universitas Terbuka
Muhamad, Arni, (2002), Komunikasi Organisasi, PT. Bumi Aksara, Jakarta.
Sendjaja, S Djuarsa. Teori Komunik

Upaya Pelestarian Budaya Nasional

Upaya Pelestarian Budaya Nasional

A. PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
Budaya yang dimiliki oleh masyarakat Indonesia sangat banyak. Bahkan orang-orang asing sangat tertaik dengan apa yang dimiliki oleh kita.
Sejak proklamasi kemerdekaan hingga saat sekarang ini telah banyak pengalaman yang diperoleh bangsa kita tentang kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam negara Republik Indonesia, pedoman acuan bagi kehidupan berbangsa dan bernegara itu adalah nilai-nilai dan norma-norma yang termaktub dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, sebagai sumber dan disain bagi terbentuknya kebudayaan nasional.
Warisan budaya tidak bergerak biasanya berada di tempat terbuka dan terdiri dari: situs,tempat-tempat bersejarah, bentang alam darat maupun air, bangunan kuno dan/atau bersejarah, patung-patung pahlawan. Warisan budaya bergerak biasanya berada di dalam ruangan dan terdiri dari: benda warisan budaya, karya seni, arsip,dokumen, dan foto, karya tulis cetak, audiovisual berupa kaset, video, dan film.
Dan yang lebih memprihatinkan lagi, banyak kesenian dan bahasa Nusantara yang dianggap sebagai ekspresi dari bangsa Indonesia akan terancam mati. Sejumlah warisan budaya yang ditinggalkan oleh nenek moyang sendiri telah hilang entah kemana. Padahal warisan budaya tersebut memiliki nilai tinggi dalam membantu keterpurukan bangsa Indonesia pada jaman sekarang.
Sungguh ironis memang apabila ditelaah lebih jauh lagi. Akan tetapi, kita tidak hanya mengeluh dan menonton saja. Sebagai warga negara yang baik, mesti mampu menerapkan dan memberikan contoh kepada anak cucu nantinya, agar kebudayaan yang telah diwariskan secara turun temurun akan tetap ada dan senantiasa menjadi salah satu harta berharga milik bangsa Indonesia yang tidak akan pernah punah.
2. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan penjelasan tersebut di latar belakng maka permasalahan yang dibahas dalam makalah ini adalah:
A. Bagaimana upaya kita sebagai warga Indonesia untuk peduli dengan kebudayaan yang kita miliki dari warisan nenek moyang yang telah berabad-abad ditinggalkan pada kita?
B. Sebenarnya apa yang melatar belakangi menurunnya rasa cinta dengan kebudayaan yang kita miliki?
C. Sebenarnya yang membawa kebudayaan kita keluar negeri adalah orang Indonesia atau orang asing yang sengaja ingin menghancurkan Indonesia?
B. PEMBAHASAN
1. SEKILAS TENTANG BUDAYA
Budaya atau Kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata Latin Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai "kultur" dalam bahasa Indonesia.
Berikut adalah pendapat tentang kenudayaan menurut para tokoh :
HERSKOVITS
memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu generasi ke generasi yang lain, yang kemudian disebut sebagai superorganic.
EDWARD BURNETT TYLOR
Kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat.
SELO SOEMARDJAN dan SOELAIMAN SOEMARDI
Kebudayaan adalah sarana hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat.
2. UPAYA PELESTARIAN BUDAYA
Pelestarian Budaya Lokal
Beragam wujud warisan budaya lokal memberi kita kesempatan untuk mempelajari kearifan lokal dalam mengatasi masalah-masalah yang dihadapi di masa lalu. Masalahnya kearifan lokal tersebut seringkali diabaikan, dianggap tidak ada relevansinya dengan masa sekarang apalagi masa depan. Dampaknya adalah banyak warisan budaya yang lapuk dimakan usia, terlantar, terabaikan bahkan dilecehkan keberadaannya. Padahal banyak bangsa yang kurang kuat sejarahnya justru mencari-cari jatidirinya dari tinggalan sejarah dan warisan budayanya yang sedikit jumlahnya.
Kita sendiri, bangsa Indonesia, yang kaya dengan warisan budaya justru mengabaikan asset yang tidak ternilai tersebut.Sungguh kondisi yang kontradiktif. Kita sebagai bangsa dengan jejak perjalanan sejarah yang panjang sehingga kaya dengan keanekaragaman budaya lokal seharusnya mati-matian melestarikan warisan budaya yang sampai kepada kita. Melestarikan tidak berarti membuat sesuatu menjadi awet dan tidak mungkin punah. Melestarikan berarti memelihara untuk waktu yang sangat lama. Jadi upaya pelestarian warisan budaya lokal berarti upaya memelihara warisan budaya lokal untuk waktu yang sangat lama. Karena upaya pelestarian merupakan upaya memelihara untuk waktu yang sangat lama maka perlu dikembangkan pelestarian sebagai upaya yang berkelanjutan (sustainable).
3. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEBUDAYAAN
Beberapa faktor yang mempengaruhi kebudayaan secara garis besar adalah :
a) Faktor kitaran (lingkungan hidup, geografis mileu) faktor lingkungan fisik lokasi geografis merupakan suatu corak budaya sekelompok masyarakat;
b) Faktor induk bangsa ada dua pandangan berbeda mengenai faktor induk bangsa ini, yaitu pandangan barat dan pandangan timur. Pandangan barat berpendapat bahwa perbedaan induk bangsa dari beberapa kelompok masyarakat mempunyai pengaru terhadap suatu corak kebudayaan. Berdasarkan pandangan barat umumnya tingkat cauca soit dianggap lebih tinggi dari pada bangsa lain,yaitu mingloid dan negroid.
c) Faktor saling kontak antar bangsa. Hubungan antar bangsa yang makin mudah akibat sarana perhubungan yang makin sempurna menebabkan satu bangsa mudah berhubungan dengan bangs lain.
4. MASALAH DALAM KEBUDAYAAN NASIONAL
Masalah dalam Kebudayaan Nasional Indonesia saat ini adalah tidak sesuainya perilaku dengan gagasan atau ide nasioan yang dibangun. Sebagai contoh, Pancasila dan UUD 45 sebagai pandangan hidup dan dasar negara beserta normatifnya sudah bagus, tetapi di lapangan aktivitas sehari-hari justru kerap tidak sejalan. Lain dalam tataran gagasan lain dalam tataran perilaku. Contoh nyata masalah penghargaan kepada kebhinekaan atau pluralitas atau kemajemukan.
Kita sepakat bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang pluralis dalam segala hal. Normatifnya penghargaan kita terhadap kebhinekaan totalitas, artinya tidak ada satu kelompok pun, apakah itu karena faktor etnis atau budaya atau agama yang dipinggirkan. Namun penghargaan tersebut dalam tingkatan aktivitas tidak demikian. Masih kerap kita dengar etnis tertentu, penganut agama tertentu, aksesnya ke bidang-bidang tertentu dimarjinalkan, dipinggirkan, dijadikan warganegara kelas 2 atau kelas 3, hanya faktor karena etnis, faktor agama dan lainnya.
Alasan peminggiran karena faktor agama, karena tidak sesuai dengan ajaran agama yang sedang dianut. Penyesuaian ini dikatakan karena Tuhan mensyaratkan demikian. Tetapi bila ditanya mana bukti material Tuhan mengatakan demikian tidak pernah ada. Artinya belum pernah ada mandat yang diberikan Tuhan secara faktual kepada manusia untuk mewakili diri Nya sebagai pencipta, yang ada hanyalah mandat non material.
Mandat seperti ini susah membuktikannya karena lebih banyak berdasarkan mimpi atau tafsiran atau pengkultusan, sementara di sisi lain, material kehidupan tidak seperti itu, karena material kehidupan ini adalah faktual, seharusnya tidak perlu terjadi pemarjinalan karena faktor agama tersebut. Idealnya memang demikian, kenyataannya tidak demikian. Inilah contoh perilaku kelompok tertentu di Indonesia yang tidak sesuai dengan Kebudayaan Nasional Indonesia, baik dalam tingkat gagasan, maupun material, sebab tidak ada undang-undang produk Indonesia yang berisi diskriminatif tersebut. Tetapi budaya politik yang dikembangkan bersifat diskriminatif.

Perilaku korupsi, bermental atau berkarakter monyet, menunggangi masyarakat untuk kepentingan yang tidak sesuai dengan kemajemukan Indonesia adalah beberapa perilaku yang belum sesuai dengan Kebudayaan Nasional Indonesia dari sisi gagasan.
5. SARAN UNTUK MEMPERTAHANKAN BUDAYA NASIONAL
Ada beberapa sarana untuk memepertahankan kebudayaan yang ada di Indonesia sebagai khazanah bangsa kita.
Saran yang paling mudah untuk mempertahankan kebudayaan agar lebih baik lagi sehingga dapat dikenal bahwa ini adalah hasil kebudayaan yang kita miliki dari nenek moyang. Seperti berikut ini :
MELALUI LAYAR KACA
Menurut Drs. Tashadi, peneliti Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional Yogyakarta bahwa dalam budaya tradisional terkandung nilai-nilai luhur pembentuk jati diri bangsa. Ketika nilai-nilai ini hilang dan tidak lagi dimengerti oleh generasi muda maka mereka hanya akan memiliki nilai-nilai global, dan hilanglah jati diri bangsa Indonesia ini.
MELALUI SANGGAR-SANGGAR BUDAYA
Walau tidak mudah upaya-upaya pelestarian budaya kita harus tetap gencar dilakukan dengan berbagai cara diantaranya adalah pementasan-pementasan seni budaya tradisional di berbagai pusat kebudayaan atau tempat umum yang dilakukan secara berkesinambungan. Upaya pelestarian itu akan berjalan sukses apabila didukung oleh berbagai pihak termasuk pemerintah dan adanya sosialisasi luas dari media massa termasuk televisi. Maka cepat atau lambat, budaya tradisional kembali akan bergairah.
Dengan demikian maka kebudayaan yang telah ditelurkan akan selalu diingat dan di minati oleh para generasi penerus bangsa, sehingga kita mempunyai ciri kebudayaan yang berbeda dengan bangsa lain walaupun pengaruh globalisasi sangat besar sekali, yang kadang-kadang mengancam kebudayaan yang dimiliki dari setiap bangsa.
MELALUI PELATIHAN dan SEMINAR
Dengan diadakannya seminar serta pelatiahan-pelatiahan tentang kebudayaan misalnya dengan seni tari maka disaat pelatihan itu akan diadakan sosialisasi tari kebudayaan setempat misalnya cara gerak gerik dlm memainkan tari tersebut bagaimana.
MELALUI BUKU-BUKU
Dengan adanya buku –buku yang mendukung akan kebaikan bagi para generasi selanjutnya seperti buku kebudayaan asal provinsi yang ada di Indonesia. Maka para generasi kita tidak akanlupa kebudayaan yang sebanyak itu dari Sabang sampai Merauke. Yang sangat banyak sekali suku bahkah dalam satu provinsi memiliki berbagai bahasa. Contohnya di Jawa Tengah ada yang Jawa Ngapak, Jawa Solo dan Jawa Yogya, itu sangat terlihat sekali perbedaanya dari logak bahasa dan arti penggunaan bahasa. Sehingga itu perlu adanya yang suatu buku yang membantu mengungkap perbedaan itu. Karena berbeda manjadi khassanah yang sangat unik.
CARA MEMPERTAHANKAN KEBUDAYAAN
Pelestarian tidak akan dapat bertahan dan berkembang jika tidak didukung oleh masyarakat luas dan tidak menjadi bagian nyata dari kehidupan kita. Para pakar pelestarian harus turun dari menara gadingnya dan merangkul masyarakat menjadi pecinta pelestarian yang bergairah. Pelestarian jangan hanya tinggal dalam buku tebal disertasi para doktor, jangan hanya diperbincangkan dalam seminar para intelektual di hotel mewah, apalagi hanya menjadi hobi para orang kaya. Pelestarian harus hidup dan berkembang di masyarakat. Pelestarian harus diperjuangkan oleh masyarakat luas.
Menurut Prof. Dr. Edi Sedyawati, mantan Dirjen Kebudayaan, harus ada perlindungan budaya yang lebih jelas maka diperlukan sebuah undang-undang yang khusus untuk perlindungan karya budaya tradisional.
C. KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan yang telah dipaparkan maka dapat diambil sebuah simpulan serta menawab pertanyaan dari rumusan masalah sehingga jawaban yang bisa diteruskan adalah kebudayaan yang telah ada sebenarnya itu akan tetap bertahan menjadi kebudayaan yang utuh apabila kita mengakui dan melestarikan kebudayaan yang kita akui. Maka itu akan mustahil diakui oleh bangsa lain karena mereka tahu bahwa ini adalah indentitas bangsa Indonesia namun bila kita tidak mengakui atau pun tidak mengklaim secara utuh. Yang terjadi seperti saat ini kebudayaan kita banyak diakaui oleh negara tetangga.
Yang sebenarnya melatarbelakangi menurunya rasa cinta kepada kebudayaan sendiri khususnya para generasi pemuda saat ini yang telah banyak menyenai dan mengaggap kebudayaan sendiri padahal itu adalah bukan ciri dari kebudayaan kita. Misalnya cara makan yang bediri pada suatu acara padahal kebudayaan yang kita miliki bukan seperti itu.
Sebenarnya yang membuat kebudayaan yang kita punya berada pada negara lain dikarenakan banyak hal seperti orang Indonesia yang membawa keluar negeri namun dengan dasar untuk meperkenalkan tetapi ada orang yang mencuriakan hal itu seperti Reog Ponorogo yang ada di Malaysia dengan nama Barong.
Sehingga yang perlu mempertahankan kebudayaan adalah kita sendiri dan untuk mengembangkan serta mempertahankan kebudayaan banyak cara yang sangat efektif untuk kedepannya dari layar kaca, sanggar pelatihan serta buku-bukuk yang mendukung, maka dari itu perlu adanya perhatian dari diri dan bangsa Indonesia khususnya.

PENDIDIKAN MULTIKULTURAL DARI PERSPEKTIF SOSIOLOGI PENDIDIKAN

PENDIDIKAN MULTIKULTURAL DARI PERSPEKTIF SOSIOLOGI PENDIDIKAN
Oleh Prof. Dr. Farida Hanum, M. Si
Pendidikan Multikultural dan Perilaku Bangsa
Nieto mengatakan penting seklai kajian tentang budaya yang dapat mempengaruhi kegitan belajar agar mendapatkan prestasi belajar yang baik.
Jika dilihat dari kehidupan yang multicultural, pemahaman yang berdimensi multikultural harus hadir untuk memperluas wacana pemikiran yang selama ini masih mempertahankan egoism, kebudayaan, agama, kelompok. Menjaga prulalitas kebudayaan atau keragaman budaya merupakan interaksi sosial dan politik antara orang-orang yang berbeda cara hidup dan berpikir dalam suatu masyarakat. Karena hal ini akan menolak kefanatikan terhadap kebudayaan lain. Tujuan utamanya adalah untuk mengubah struktur lembaga pendidikan supaya siswa dengan bermacam-macam latar belakang akan memiliki kesempatan dalam meningkatkan pendidikannya.
Howard mengatakan bahwa pendidikan multikultural memberi kompetensi multicultural. Dahulu siswa diawal itu selalu dengan adanya pengaruh dari budayanya masing-masing. Oleh karena itu maka, perlunya sosialisasi tentang pendidikan multikultural sejak dini. Dengan begitu maka masyrakat akan bias memahami adanya perbedaaan kebudayaan atau kultur antar sesama masyarakat Indonesia. Karena ini akan berdampak pada usage, folkways, mores, dan costums.
Musa Asya’rie pendidikan multikultural bermakna sebagai proses pendidikan cara menghormati, tulus, toleran terhadap kebudayaan lainnya.
Fay mengemukakan multikulturalisme menunjukkan suatu yang krusial dalam dunia kontemporer. Dalam dunia multikultural harus mementingkan adanya perbedaaan antar satu dengan yang lainnya.
Banks pendidikan multikultural merupakan suatu rangkaian kepercayaaan dan penjelasan yang mengakaui dan menilai pentingnya keragaman budaya dan etnis si dalam membentuk gaya hidup, pengalamn sosial, indentitas pribadi, kesempatan pendidikan bagi individu.
Perkembangan Multikultural di AS dan Luar AS
Pendidikan multikultural, di sini sudah berkembang sejak lama. Dengan strategi pendidikan multikultural adalah pengembangan dari studi interkultural dan multikulturalisme.
Akan tetapi perkembangannya itu merupakan tujuan politis ini menipis dan bahkan hilang sama sekali. Karena bersifat humanism, demokratis. Selanjutnya pendidikan multikultural ini justru menjadi motor penggerak dan untuk diterapkan di kampus, sekolah-sekolah dan institusi-institusi pendidikan. Perkembangannya pun semakin baik pada tahun 1960 an yang pertama kali di ungkapkan oleh Banks.
Pada saat itu, perkembangan pendidikan multicultural lebih pada kulit putih di AS dan didiskriminasi oleh kulit hitam.
Pendidikan multikultural sekarang berkembang di dalam masyarakat Amerika bersifat antarbudaya etnis yang besar, yaitu budaya antarbangsa. Terdapat empat jenis dan perkembangann pendidikan multikultural di Amerika yaitu (1). Pendidikan yang bersifat segregasi yang memberikan hak berbeda antara kulit putih dan kulit hitam; (2) pendidikan menurut konsep Salad Bowl; (3) konsep melting pot; (4) pendidikan multikultural melahirkan suatu pedagogik.
Inggris, pendidikan multikultural berkembang berjalan sesuia dengan datangnya para imigran, yang mendapat perlakukan diskriminatif oleh pemerintah dan kaum mayoritas. Sehingga muncul gerakan yang berlatar belakang budaya.
Jerman, Kanada dan Australia sama halnya yang terjadi di Inggris dan AS.
Pendidikan Multikultural di Indonesia
Kondisi masyarakat Indonesia sangat beragam dan masyarakatnya pun tinggal di wilayah yang berbeda-beda yang dipisahkan dengan jarak yang sangat jauh. Sehingga untuk mengakses dari berbagai konsep pendidikan pun akan terhambat. Apalagi ditambah dengan konseppemerintahan yang masih kurang dan membutuhkan pemberian konsep dalam pembaharuan dari pemerintahan yang belum tersuswun dengan baik. Pendidikan multikultural sangat menekankan pentingnya akomondasi hak setiap kebudayaan dan masyarakat dan sub-nasional untuk memlihara dan mempertahankan indentitas kebudayaan dan masyarakat nasional.
Perspektif dan Tujuan Pendidikan Multikultural
Robinson menyampaikan bahwa ada tiga perspektif multikulturalsme di dalam sistem pendidikan: (1) perspektif cultural assimilation, (2) perspektif cultural pluralism (3) perspektif cultural synthesis.
Pilihan perspektif pendidikan sintesis multikultural memiliki rasional yang paling dasar di dalam hakekat tujuan suatu pendidikan multikultural, yang dapat diindentifikasikan memalui tiga tujuan yaitu atitudinal, kognitif, dan intruksional.
Implementasi Pendidikan Multikultural
Banks mengemukakan empat pendekatan yang mengintegrasikan materi pendidikan multikultural ke dalam kurikulum maupun pembelajaran di sekolah yang bila dicermati relevan untuk diimplekaskan di Indonesia.
1. Pendekatan Kontribusi (the contributions Approach )
2. Pendekatan Aditif ( the Aditif Approach)
3. Pendekatan Transformasi ( the transformation Approach)
4. Pendekatan Aksi Sosial ( the Social Action Approach)

PENDIDIKAN MULTIKULTURAL

PENDIDIKAN MULTIKULTURAL
Oleh Prof. Dr. H. Abdul Munir Mulkhan, SU
Pendidikan Multikultural ialah upaya menumbuhan kesadaran pentingnya perbedaaan yang memang dibawa sejak lahir atau tumbuh dari interkasi sosial. Paulo Freire pernah mengajukan mengajukan kritik tentang praktik pendidikan yang menempatkan guru sebagai gudang ilmu dimana murid sebagai kreditor.
Pendidikan Kreatif
Pendidikan memiliki siasat untuk membeljarkan pola-pola perubahan dengan adanya hal pendidikan kreatif dalam pendidikan perlu adanya pertumbuhan nilai-nilai dengan berbagai aspek.
Pendidikan Multikultural
Pendidikan monokultural dengan mengabaikan keunikan dan prulalitas saperti yang selama ini dijalankan, karena akan menahan pertumbuhan kritis dan pribadi yang kreatif. Dengan akibat yang luas yaitu pengaruh pada jalan pemikiran dari masyarakat kita saaat ini yaitu dari hanya pada hal yang tunggal sehingga masalah-masalah yang muncul akan menjadi sulit untuk diselesaikan. Permasalahan yang sederhana namun akhirnya menjadi proporsional.
Keunikan tradisi lokal dan pengalaman keagamaaan tidak ditempatkan sebagai akar kebangasaan. Kebijakan politik kenegaraan lebih bersumber dari konsep kebangsaan nasionalitas berdasarkan ide monokultural.
Keber-liyan-an (Otherness)
Keber-liyan-an (Otherness) lebih penting dari homoginitas keseragaman dimana seseorang hanya penting jika dibedakan dari orang lain.
Pendidikan multikultural mengandaikan sekolah dikelola sebagai simulasi arena hidup nyata yang plural, berkembang dan berubah. Sekolah dan kelas sebagai wahana belajar dengan pemeran utamannya adalah peserta didik di saat guru dan seluruh tenaga pengajar sebagai fasilitator.
Pendidikan multikultural didasari ide kebermaknaan keberliyanan tiap orang dan masyarakat. Kelas disusun dengan anggota yang kian kecil hingga tiap peserta didik memperoleh peluang belajar semakin besar sekaligus menumbuhkan kesadaran kolektif. Guru bukan actor tunggal tetapi sebagai fasilitator dalam kegiatan asanbelajar namun kadang kalanya guru wajib menciptakan suasana nyaman dari tiap belajar. Kelas bertujuan untuk mengembangkan peluang diri siswa bukan untuk membungkam dari keinginan siswa dalam pengemngan diri.
Gagasan pendidikan multikultural bersumber prindip martabat keunikan dari tiap peserta didik. Pendidikan formal diletakkan dalam ide deschooling Ivan Illinch seperti demokrasi yang meletakkan suara rakyat sebagai suara Tuhan.