on Kamis, 04 Juni 2009

KESEMPATAN KERJA SEKTOR INFORMAL PEKOTAAN
Makalah ini disusun untuk memenuhi mata kuliah Pengembangan Sumber Daya Manusia dengan Dosen Pengampu Grendi Hendrastomo,MM

Heru Susanto 08413244039
Prita Eswari 08413244015
Rizki Mega Saputra 08413244039
Yeni Ristiana 08413244003
Yohanes Kristianto Nugroho 08413244047



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SOSIOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN EKONOMI
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2009

DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang
Rumusan Masalah
BAB II PEMBAHASAN
Jenis-Jenis Sektor Informal
Peran Sektor Informal
Keberadaan Pekerja Informal
Permasalahan Dan Upaya Mengatasinya
BAB III PENUTUP
Simpulan
DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Istilah Sektor Informal mulai dikenal dunia di awal tahun 1970’an dari suatu penelitian ILO di Ghana, Afrika. Sejak saat itu berbagai definisi dan pengertian dibuat orang. Pengertian yang populer dari pekerjaan informal pada awalnya adalah sederhana, yakni suatu pekerjaan yang sangat mudah dimasuki, sejak skala tanpa melamar, tanpa ijin, tanpa kontrak, tanpa formalitas apapun, menggunakan sumberdaya lokal, baik sebagai buruh ataupun usaha milik sendiri yang dikelola dan dikerjakan sendiri, ukuran mikro, teknologi seadanya, hingga yang padat karya, teknologi adaptatip, dengan modal lumayan dan bangunan secukupnya. Mereka tidak terorganisir, dan tak terlindungi hukum.
Sektor informal perkotaan merupakan suatu sektor yang kurang mendapat dukungan dari pemerintah, tidak tercatat secara resmi dan beroperasi di luar aturan pemerintah. Sektor informal perkotaan terdiri dari sektor yang syah dan tidak syah, diantara sektor – sektor yang syah antara lain meliputi, pertanian, perkebunan, penjahit hal ini termasuk sektor primer dan sekunder, sedangkan yang tersier adalah sewa - menyewa, banyak juga sektor informal lainnya diantaranya adalah pedagang kaki lima, pedagang kelontong, pedagang pasar dan lain sebagainya. Sedangkan yang termasuk dalam sektor informal yang tidak syah dalam artian tidak dikehendaki keberadaannya diantaranya adalah, yang berupa jasa biasanya agen penadah pencurian, tempat pelacuran, dan tempat – tempat perjudian.
Sektor informal meliputi bidang kegiatan yang bervariasi. Pekerjanya menghasillkan beragam barang dan jasa.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian yang telah sedikit di paparkan dalam latar belakang, maka dapat dirumuskan untuk sebagai bentuk data yang bias dibahas, sebagai berikut:
1. Apakah Jenis-jenis dari sector informal itu ?
2. Bagaimana cara untuk menanggulangi masalah ini, yang terjadi di masyarakat ?

BAB II
PEMBAHASAN
Pekerja informal dalam industri tersier juga ada di mana-mana. Di arena perdagangan, pedagang amat banyak variasinya. Pedagang yang, dapat menggerakkan dagangannya berpindah tempat secara instan dapat dipastikan informal, seperti pedagang asongan, pedagang kaki lima, pedagang keliling. Penjaja jasa seperti tengkulak dan makelar termasuk pekerja informal. Dalam pada itu, pedagang yang menetap pun seperti warung tegal tergolong dalam sektor ini. Dalam arena perhubungan, kita kenal ojek, tukang becak, sopir angkot, perahu tambangan, taksi gelap misalnya. Yang sangat luas ialah sektor jasa, seperti buruh cuci di rumah, pemulung, pengamen, pekerja seks komersial, pengetik, pengasuh anak, penggunaan komputer, distribusi surat dan selebaran-selebaran. Juga, tak kurang dalam sektor finansial sekalipun. Lintah darat atau pemberi pinjaman uang telah kita kenal sejak dahulu kala. Di masa kini, institusi keuangan seperti akuntan menggunakan tenaga informal. Sangat popular juga adalah penukar uang atau money changer yang bisa kita jumpai bahkan di pelabuhan-pelabuhan internasional. Dapat disimpulkan bahwa sektor ini benar-benar dapat menyerap banyak tenaga kerja dalam berbagai jenis. Kemampuan penciptaan kerja juga meringankan beban pihak-pihak pemberi kerja.
JENIS-JENIS SEKTOR INFORMAL
Menurut Keith Hart, ada dua macam sektor informal dilihat dari kesempatan memperoleh penghasilan, yaitu:
1. Sah; terdiri atas:
• a. Kegiatan-kegiatan primer dan sekunder—pertanian, perkebunan yang berorientasi pasar, kontraktor bangunan, dan lain-lain.
• b. Usaha tersier dengan modal yang relatif besar—perumahan, transportasi, usaha-usaha untuk kepentingan umum, dan lain-lain.
• c. Distribusi kecil-kecilan—pedagang kaki lima, pedagang pasar, pedagang kelontong, pedagang asongan, dan lain-lain.
• d. Transaksi pribadi—pinjam-meminjam, pengemis.
• e. Jasa yang lain—pengamen, penyemir sepatu, tukang cukur, pembuang sampah, dan lain-lain.
2. Tidak sah; terdiri atas :
• a. Jasa—kegiatan dan perdagangan gelap pada umumnya: penadah barang-barang curian, lintah darat, perdagangan obat bius, penyelundupan, pelacuran, dan lain-lain.
• b. Transaksi—pencurian kecil (pencopetan), pencurian besar (perampokan bersenjata), pemalsuan uang, perjudian, dan lain-lain.
Ada beberapa pembagian dari sektor informal ini yaitu 3 kelompok pekerja informal, ke dalam:
1. Pengusaha (pemilik usaha informal dan Pemilik sekaligus operator dari pengusaha mandiri);
2. Pekerja mandiri (kepala dari bisnis keluarga, orang yang mempekerjakan diri sendiri, tenaga kerja keluarga tak di bayar), dan
3. Buruh upahan (pekerja dari perusahaan informal; Pekerja kasuaL, pekerja rumahan, pembantu rumah tangga, pekerja paruh waktu atau pekerja kadang-kadang, pekerja tak terdaftar).
PERAN SEKTOR INFORMAL
Ketika Pemerintah maupun swasta tidak mampu menyediakan lapangan kerja formal dengan norma ketenagakerjaan standar, keberadaan sektor informal sungguh merupakan katup pengaman yang patut disyukuri dalam mengatasi pengangguran. Kedamaian dan kesejahteraanpun tercipta ketika perut terisi dan kebutuhan hidup dan keluarga tercukupi. Kriminalitas tentu dapat di tekan. Pada masa krisis mulai tahun 1997 yang hingga kini belum pulih, peran sektor informal sebagai katup pengaman, harus diakui besar peranannya dalam penyelamatan ekonomi yang terpuruk paling bawah diantara sesama negara tetangga. Segar dalam ingatan ketika pekerja-pekerja formal terPHK dalam jumlah yang fantastis, berduyun-duyun mereka berpindah memasuki sektor informal untuk bertahan hidup. Tak kurang karena didorong perusahaannya.
Kapasitas sektor informal menyediakan lapangan kerja luar biasa. Dari jumlah pekerja informal itu sendiri, kita hanya bisa memperkirakan bahwa jumlah mereka berlipat kali pekerja formal. Tidak ada data yang akurat tentang berapa sesungguhnya jumlah orang yang bekerja di dalam kapling ekonomi informal ini. Hingga sekarang BPS belum pernah mengumpulkan data spesifik tentang sektor informal dalam variable khusus. Data yang di ketengahkan oleh orang-orang yang berkepentingan tentang sektor informal diperoleh berdasarkan logika melalui pilihan dari komponen Status Pekerjaan, yang berupa penjumlahan dari Tenaga Kerja tak Dibayar dan Pengusaha tanpa Buruh. Ketepatan angka ini tidak akurat, karena diantara tenaga kerja yang dibayar maupun pengusaha dengan buruh ada pula yang tergolong informal. Tak kurang dari ILO memperkirakan jumlah tenaga kerja yang mencari nafkah untuk menyambung hidupnya dalam arena ekonomi informal mencapai besaran dua-pertiga jumlah angkatan kerja. Kaum perempuan terus terkonsentrasi dalam kegiatan informal ini. Ditaksir jumlah mereka 70% dari total angkatan kerja perempuan. Dari soal ketersediaan data tentang keberadaan pekerja informal saja, dapat ditarik kesimpulan bahwa sektor ini belum mendapat perhatian. Jumlah ini terus bertambah, taruhlah dari observasi-observasi yang menunjukkan bahwa UKM (Usaha Kecil dan Menengah) semakin mengarah pada informalitas. Sudah saatnya Pemerintah mengalokasikan budget tambahan agar angka statistik dipunyai.
KEBERADAAN PEKERJA INFORMAL
Dari aspek produksi mereka kekurangan modal, teknologi maupun pendidikan, disertai sumberdaya yang terbatas. Hygiene dan sanitasi adalah masalah keseharian. Hak-hak sebagai buruh terbatas. Bagi yang terikat dalam hubungan buruh majikan, upah sangat rendah, dalan skala 20% - 70% UMR Jam kerjanya diatas jam kerja standar, tanpa uang lembur. Tak ada jaminan sosial, tak ada bonus, promosi kerja.
Dari aspek organisasi, pekerja informal tergolong tak terorganisir. Kalaupun ada sangat terbatas dalam kelompok-kelompok pada lokalita sempit. Kebanyakan mereka bekerja terisolasi. Karena jam kerjanya amat panjang, tak ada waktu luang untuk berorganisasi. Yang menyedihkan adalah karakteristik yang bermuara pada apa yang disebut kemiskinan. Tentunya data kemiskinan di kalangan mereka ini yang spesifik harus bisa diidentifikasi. Kita hanya bisa mengamati bahwa kemiskinan menganga didepan pekerja informal dan keluarganya, akibat pendapatan keci dari pekerja informal mandiri ataupun upah buruh yang sedikit. Pendapatan serta produktivitas yang rendah berhubungan erat dengan modal yang kecil. Sebagai pekerja, merekapun tidak memperoleh perlindungan sosial. Karenanya, masalah kesehatan akibat kerja misalnya menjadi tanggungan pribadi. Mereka banyak yang menyebut diri “orang susah.”
PERMASALAHAN DAN UPAYA MENGATASINYA
Batasan mengenai sektor informal sebagai sebuah fenomena yang sering muncul diperkotaan masih dirasakan kurang jelas, karena kegiatan-kegiatan perekonomian yang tidak memenuhi kriteria sektor formal—terorganisir, terdaftar, dan dilindungi oleh hukum—dimasukkan kedalam sektor informal, yaitu suatu istilah yang mencakup pengertian berbagai kegiatan yang seringkali tercakup dalam istilah umum “usaha sendiri”. Dengan kata lain, sektor informal merupakan jenis kesempatan kerja yang kurang terorganisir, sulit dicacah, dan sering dilupakan dalam sensus resmi, serta merupakan kesempatan kerja yang persyaratan kerjanya jarang dijangkau oleh aturan-aturan hukum.
Istilah sektor informal pertama kali dilontarkan oleh Keith Hart (1971) dengan menggambarkan sektor informal sebagai bagian angkatan kerja kota yang berada diluar pasar tenaga terorganisasi.
Apa yang digambarkan oleh Hart memang dirasakan belum cukup dalam memahami pengertian sektor informal yang sesungguhnya. Ketidakjelasan definisi sektor informal tersebut sering dilengkapi dengan suatu daftar kegiatan agak arbiter yang terlihat apabila seseorang menyusuri jalan-jalan suatu kota Dunia Ketiga: pedagang kaki lima, penjual koran, pengamen, pengemis, pedagang asongan, pelacur, dan lain-lain. Mereka merupakan pekerja yang tidak terikat dan tidak terampil dengan pendapatan rendah dan tidak tetap.
Untuk lebih memahami pengertian akan sektor informal, ada baiknya kita melihat aktifitas-aktifitas informal yang tidak hanya terbatas pada pekerjaan-pekerjaan dipinggiran kota-kota besar, tetapi bahkan juga meliputi berbagai macam aktifitas ekonomi. Aktifitas-aktifitas informal tersebut merupakan cara melakukan sesuatu yang ditandai dengan: Mudah untuk dimasuki; Bersandar pada sumber daya lokal; Usaha milik sendiri; Operasinya dalam skala kecil; Padat karya dan teknologinya bersifat adaptif; Keterampilan dapat diperoleh diluar sistem sekolah formal; dan Tidak terkena secara langsung oleh Regulasi dan pasarnya bersifat kompetitif.
Untuk mengatasi masalah sektor informal, diperlukan ketegasan dari pemerintah kota. Selama ini, pemerintah hanya melakukan “penertiban” dalam mengatasi masalah sektor informal. Namun hal tersebut terbukti tidak efektif, karena setelah para pedagang kaki lima tersebut ditertibkan maka beberapa hari kemudian mereka akan kembali ketempat semula untuk berjualan. Selain itu, ada kecenderungan tempat yang digunakan untuk berjualan tersebut diperjualbelikan, padahal mereka berjualan dilokasi Public Space yang merupakan milik pemerintah. Hal tersebut dapat dikatakan sebagai tindakan melanggar hukum.
Sektor informal perkotaan merupakan suatu sektor yang kurang mendapat dukungan dari pemerintah, tidak tercatat secara resmi dan beroperasi di luar aturan pemerintah. Sektor informal perkotaan terdiri dari sektor yang syah dan tidak syah, diantara sektor – sektor yang syah antara lain meliputi, pertanian, perkebunan, penjahit hal ini termasuk sektor primer dan sekunder, sedangkan yang tersier adalah sewa - menyewa, banyak juga sektor informal lainnya diantaranya adalah pedagang kaki lima, pedagang kelontong, pedagang pasar dan lain sebagainya. Sedangkan yang termasuk dalam sektor informal yang tidak syah dalam artian tidak dikehendaki keberadaannya diantaranya adalah, yang berupa jasa biasanya agen penadah pencurian, tempat pelacuran, dan tempat – tempat perjudian.
Memang kadang sector informal ini sangatlah diremehkan oleh pemerintah pada kegiatan ekonomi. padahal yang akan membantu pemerintah dalam pembangunan ini sangatlah penting. Kerja di sektor kerja informalatau popular dengan kata pedagang kaki lima (PKL) merupakan hal fenomenal di Indonesia. Para pekerja ini sering kita jumpai di pinggir-pinggir jalan ataupun kolong-kolong jembatan di daerah perkotaan. Kebanyakan mereka adalah para migran yang datang dari pedesaan akibat sempitnya lapangan pekerjaan di sana. Daerah perkotaan yang sepertinya menjanjikan banyak hal, terutama perbaikan ekonomi bagi kehidupan mereka menjadi daerah tujuan untuk mengadu nasib. Namun, karena kurangnya kemampuan dan keahlian yang mereka miliki, akhirnya kebanyakan mereka mencoba mencari pekerjaan yang tidak terlalu memerlukan banyak keahlian, mudah dan bisa mendatangkan uang dengan cepat. Pilihan itu kebanyakan adalah sektor informal dengan menjadi pedagang kaki lima.

BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Sektor informal sebagai sektor alternatif bagi para migran cukup memberikan sumbangan bagi pembangunan perkotaan. Selain membuka kesempatan kerja, sektor informal juga dapat meningkatkan pendapatan bagi masyarakat kota. Namun, pertumbuhan sektor informal yang pesat tanpa mendapat penanganan yang baik dan terencana akan menimbulkan persoalan bagi kota. Untuk itu, pemerintah kota harus jeli dalam menangani masalah sektor informal itu. Sehingga, sektor informal dapat tumbuh dengan subur tanpa mengganggu kepentingan umum, terutama tidak mengganggu keamanan, ketertiban dan keindahan kota.
Untuk mengatasi masalah sektor informal, diperlukan ketegasan dari pemerintah kota. Selama ini, pemerintah hanya melakukan “penertiban” dalam mengatasi masalah sektor informal. Namun hal tersebut terbukti tidak efektif, karena setelah para pedagang kaki lima tersebut ditertibkan maka beberapa hari kemudian mereka akan kembali ketempat semula untuk berjualan. Selain itu, ada kecenderungan tempat yang digunakan untuk berjualan tersebut diperjualbelikan, padahal mereka berjualan dilokasi Public Space yang merupakan milik pemerintah. Hal tersebut dapat dikatakan sebagai tindakan melanggar hukum.
Sempitnya lapangan pekerjaan, terutama di daerah pedesaan menyebabkan timbulnya pekerja sektor informal. Padahal, kalau kita melihat dari sisi positif fenomena pekerja sektor informal ini, akan ada banyak potensi yang bisa dikembangkan. Sebagai contoh adalah Negara Cina yang berhasil membangun perekonomian negaranya dari sektor informal penduduknya yang melakukan kegiatan usaha mandiri. Sebagaimana yang dikatakan oleh Knowledge Wharton, perekonomian Cina hingga sekarang terus mengalami pertumbuhan pesat, rata-rata 8,35 persen selama kurun waktu tahun 1990 dengan melakukan bisnis konvensional yang jauh dari system legal dan financial yang sangat berbeda dengan sistem perekonomian yang diaplikasikan Barat.
Sektor kerja informal dapat mengurangi pengangguran yang terjadi di Indonesia. Pekerja sektor informal ini tidak bisa dihilangkan. Dia akan terus ada seiring dengan pertumbuhan penduduk. Yang harusnya dilakukan adalah mengatur sedemikian rupa sehingga tidak menimbulkan banyak kerugian dan dampak negatif. Potensi dari para pekerja sektor informal tersebut akan menjadi potensi yang sangat besar dalam mendukung perkembangan ekonomi sektor informal. Yang belum dilakukan pemerintah selama ini adalah pemberdayaan masyarakat dengan melakukan penumbuhan iklim usaha pembinaan dan pengembangan sehingga pekerja di sector informal tersebut mampu menumbuhkan dan memperkuat dirinya menjadi usaha yang tangguh dan mandiri.


DAFTAR PUSTAKA

Gilbert, Alan dan Josef Gugler. Urbanisasi dan Kemiskinan di Dunia Ketiga, P.T Tiara Wacana Yogya.
http://google.com/gwt/n-studi-literatur-sektor-informal-perkotaan.html
http://pondokinfo.com/index.php/pondok-realita/45-masyarakat/64-sektor-informal-permasalahan-dan-upaya-mengatasinya.html
http://Wordpress.com/pedagang_kaki_lima
Manning, Chris dan Tadjuddin Noer Effendi. Urbanisasi, Pengangguran, dan Sektor Informal di kota. Yayasan Obor Indonesia.

1 komentar:

Anonim mengatakan...

Mega... sekarang sudah jadi calon guru sosiologi ya?? heee.. selamat ya..
jangan lupa kunjungi www.hefriasra082.wordpress.com

Posting Komentar